Rabu, 20 April 2011

Bahagiakah Kita?

             Indonesia, negeri yang kaya akan alam dan budaya. Seharusnya masyarakatnya dapat makmur dan bahagia dapat tinggal di negeri yang melimpah kekayaan alamnya, tambang emas, hutan, ikan dsb. Bangsa kita seharusnya juga dapat menjadi bangsa yang maju, dan yang terpenting, dapat memakmurkan rakyatnya.
           
Namun setelah 65 tahun bangsa kita merdeka dengan segala kekayaan alamnya, tetapi masih saja kemerdekaan itu belum dapat dirasakan masyarakat seluruhnya. Buktinya data departemen kesehatan tahun 2003 menyatakan bahwa terdapat ±3,5 juta anak kekurangan gizi, dan 1,5 juta anak menderita gizi buruk, penderita TBC ±5,8 juta orang. Malaria mengancam 107.785.000 jiwa. Penderita HIV/AIDS sekitar 130 ribu jiwa tertular, dan 19 juta rawan tertular. Dan menurut catatan departemen kesehatan tahun 2002, hanya 64,89%  masyarakat yang memiliki rumah sehat, dan hanya 78,45% masyarakat yang memiliki tempat umum sehat.
           
Christopher Lingle di harian Jakarta post (20 Feb 2008) dalam artikel, mencatat bahwa pengangguran di Indonesia mencapai 40% dari total angkatan kerja. Bank Dunia menyebutkan ±49,5% rakyat Indonesia berpendapatan kurang dari 2 US$ per hari. Dari sector pendidikan, dari data Balitbang Depdiknas 2004, angka putus sekolah baik SD/MI sebanyak 685.967 yang putus sekolah. Sementara tingkat SMP/MTS sebanyak 759.054 orang.
           
Mungkin bila fakta diatas dialami oleh bangsa yang belum merdeka, itu wajar-wajar saja. Tetepi bila hal itu dialami oleh bangsa yang telah 65 tahun merdeka, sungguh menyedihkan. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa penjajahan masih belum lepas di negri kita. Memang bukan penjajahan secara fisik seperti dulu, tapi akibatnya sama-sama membuat sengsara.
            Penjajahan itu berupa hutang luar negri/swastansi (Sumber Daya Alam) SDA. Sebelum krisis ekonomi Indonesia tahun 1994, hutang Indonesia Rp.600 trilyun, kini naik menjadi diatas Rp.1.400 trilyun. Akibatnya Negara harus menyisihkan 30-40% anggaran dana hanya untuk membayar pokok hutang dan bunganya, padahal masih sangat banyak kebutuhan rakyat yang lain. Dan untuk mencari pemasukan, pemerintah meningkatkan ekspor SDA. Menurut laporan Energy Information Administration (EIA) pada bulan Januari 2008 mengatakan bahwatotal produksi minyak Indonesia rata-rata 1,1 juta balel/hari, dengan 81% adalah minyak mentah. Untuk gas alam diproduksi 97,8 juta kubik. Cadangan batu bara sekitar 18,7 milyar ton. Subhanalah! Betapa melimpahnya kekayaan alam Indonesia yang Allah beri.
           
Sesungguhnya kekayaan alam itu banyak dinikmati bangsa asing. Keuntungan ExvonMobil di tahun 2007 adalah $40,6 billion/ Rp. 3.723.020.000.000.000. ia berpendapatan Rp. 11.801.790/detik. Itu hanya salah satu fakta yang ada, belum lagi Chevron dan Royal Ducth Shell. Sebenarnya, siapa Negara yang kaya akan alam itu? Indinesia atau Amerika? Namun, mengapa hasil kekayaan alam itu mengalir melalui perusahaan minyak AS? Itu baru minyak, belum lagi tambang emas di Papua, lagi-lagi AS yang mengelola, sebab kita belum dapat mengelolaya sendiri. Dampaknya, ±70% hasil tambang tersebut dikirim ke AS. Di samping itu, hutan kita jiga dikeruk. Entah sudah berapa hektar hutan kita yang digunduli untuk mengekspor kayu ke AS. Namun saat global warming datang, mereka menyalahkan kita karena kita dinilai tidak mampu menjaga salah satu asset paling berharga untuk menyelamatkan dunia. Jelas-jelas mereka yang mengambil hasil, lantas mengapa kita yang disalahkan?
           
Karena saking banyaknya dana yang mengucur pada pihak asing (padahal sebenarnya itu milik kita), akibatnya kita dijerat hutang, ekonomi kacau balau, subsidi dicabut. Akibatnya pengangguran merajalela, anak-anak putus sekolah, balita terkena gizi buruk, kemiskinan terus meningkat, dan otomatis kesejahteraan rakyat semakin jelas manurun.

Buka mata, buka hati! Sebenarnya kita masih dijajah. Memang bukan penjajahan seperti dulu, dimana kita harus bekerja rodi dan romusha. Namun, bila penjajahan fisik seperti itu terjadi, tentu kita sadar, kita ingin terbebas dari jeratan siksa dan ingin melawannya. Namun penjajahan yang kini kita alami adalah penjajahan secara halus, dimana banyak orang yang belum menyadarinya, sehinggan tak timbul hasrat untuk terbebas dari perbudakan ini. Penjajahan itu menyusup melalui pendidikan, ekonomi, atau politik yang tanpa kita sadari. Tiba-tiba, kekayaan alam kita habis saja. Apa namanya pegerukan kekayaan alam oleh orang lain kalau bukan penjajahan namanya? Saat zaman dulu pun para penjajah menginginkan kekayaan kita. Sebenarnya penjajahan seperti inilah yang berbahaya. Penjajahan kini tidak lagi dilakukan dengan otot, melainkan dilakukan dengan otak.
           
Sudah jelas dampaknya seperti itu, tapi masih sajapemerintah mau mengikuti keinginan-keinginan para phak asing. Hal itu terbukti dengan kerjasama AS-Indonesia yang diminta oleh Obama beberapa bulan lalu. Sengaja ia dating ke Indonesia, untuk apa kalau bukan merampas kekayaan alam kita? Selain itu, kita juga sudah mulai terbawa oleh system ekonomi kapitalis AS. Memang, AS adalah Negara yang maju, bahkan Negara adikuasa, namun Negara maju bukan berarti Negara yang paling makmur kan? Hal itu terbukti dengan krisis yang dialami AS tahun 2008 akibat system kapitalismenya itu, dimana yang paling kayalah yang berkuasa. Sampai-sampai Lehman Brothers, sebuah lembaga keuangan terbesar keempat di dunia, resmi bangkrut tanggal 14 September 2008 waktu lalu.

Seharusnya sederetan fakta diatas sudah cukup untuk membuat kita berfikir. Terutama pemerintah yang memegang kekuasaan di negri ini. Kita ini bangsa yang telah merdeka, jangan mau diperbudak dan diperdaya. Belum lagi masyarakat Indonesia malah banyak yang mengagumi si penjajah, AS. Bagaimana kita hendak mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya? Kita jangan mau mengikuti keinginan penjajah. Kita jangan mudah saja meniru apa yang dilakukan mereka. Mereka memberlakukan system liberalis yang mengakibatkan sangat banyyak remaja AS yang pernah melakukan sex bebas. Sementara Indonesia, sebanyak 62,7% siswi SMP mengaku pernah melakukan sex diluar nkah. Sebanyak 21,2% siswi SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Astagfirullah haladzim.

Jika kita mempercayai manusia untuk membuat aturan kehidupan, tentu akan seperti ini jadinya. Sebab kita semua mengakui, tak ada manusia yang sempurna. Tiap manusia tak pernah luput dari kesalahan. Tidakkah kita menginginkan dunia yang damai dan makmur?  Untuk itu, percayalah pada Allah yang telah menciptakan kita dengan seperangkat aturannya. Bukankah hanya Allah lah yang sempurna, Sang Maha Sempurna? Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Bila kita menginginkan kemerdekaan yang sebenarnya, bils kits menginginksn kedamaian yang sesungguhnya, dan bila kita menginginkan kebahagiaan yang hakiiki, ikutilah aturan Allah! Kita, manusia hanya sebagai wakil-Nya, sebagai khalifah di bumi, untuk mengatur kehidupan di dunia. Sementara aturan itu, kita kembalikan semuanya pada pedoman Sang Maha Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar