Selasa, 24 Mei 2011

Wow... Menikmati Malam Tanpa Gelap

Jelang jam 00.00 di Nevsky Prospek.

Fenomena alam yang jarang terjadi selalu saja menarik perhatian umat manusia. Selain gerhana bulan, jatuhnya meteor dan lainnya, maka di St. Petersburg sering mengalami apa yang disebut dengan white night. Bagaikan lailatul qodar, kejadian alam ini ditunggu-tunggu oleh para pelancong yang memadati kota ujung dunia bagian barat utara tersebut.

Perjalanan saya pertengahan musim panas lalu adalah memburu white night, sebuah malam yang tidak akan pernah gelap alias terang benderang. Sinar matahari tetap bisa dinikmati sepanjang siang dan malam. Sedangkan kegelapan yang biasa tiba, kali ini benar-benar dikalahkan oleh keperkasaan sang mentari. “Setidaknya sekali dalam hidup, ingin sekali mengalami,” pikirku.

Untuk berburu white night, saya sediakan waktu 3 hari dan tiga malam. Maklum, dalam pengetahuan saya, kota ujung dunia yang dahulu bernama Petrograd dan Leningrad ini memiliki cuaca yang sangat labil. Mudah berubah dari waktu ke waktu. Bahkan seorang teman membisiki bahwa di kota ini matahari hanya bisa bersinar (bukan sehari semalam) kurang dari 50 hari dalam setahun. Biasanya, matahari memperlihatkan keperkasaannya hanya pada kisaran 30 hari.

Benar juga, meskipun saya datang di tengah-tengah musim panas akhir bulan Juni, tiba-tiba mendung menggelayut di angkasa. Hari itu, tiada waktu kecuali diisi dengan guyuran hujan dan langit yang temaram. Hampir mirip pada bulan November ketika musim dingin menjelang. Temperatur juga sedikit drop menjadi 10-an derajat Celcius, padahal pada saat yang sama penduduk di Moskwa berhura-hura menikmati panasnya bumi yang mencapai 26 derajat Celcius.

Karena cuaca pula, akhirnya hari itu saya lalui hanya dengan menikmati kota yang dibangun oleh Peter the Great dengan sentuhan seni dari Perancis dan Itali tersebut. Tidak lupa, pergi ke istana Petergof yang terletak di pinggir laut.

Hari kedua, terpatnya tanggal 27 Juni 2010, cuaca cukup bagus. Dari pagi, matahari mencorong meski temperatur agak rendah. Suasana kota terbesar kedua di Rusia itu tampak ramai. Banyak masyarakat dan turis yang mengenakan celana pendek dan berkaos tipis. Ini pertanda bahwa mereka sadar tentang matahari yang akan muncul seharian.

Siang hari, sungguh sangat menyenangkan. Dengan angin sepoi-sepoi dari kutub utara, seolah dunia ini tidak panas dan juga tidak dingin. Mungkin seperti di surga. Jalanan utama di Nevsky Prospek atau Maliboronya St. Petersburg itu sejak siang hari sudah dipenuhi orang yang lalu lalang. Jalur metro bawah tanah yang mencapai 60 meter menghujam perut bumi itu juga penuh terisi para turis yang menuju ke berbagai tempat seperti istana Sarkoeselo dan Hermitage. Sementara di pinggir sungai, masyarakat mencopot baju mereka dan berjemur seolah-olah berada di pantai.

Dari sisi letak, kota tercantik di Rusia ini berada di teluk Findlandia, atau berada di mulut Sungai Neva yang memiliki sekitar 40 pulau-pulau kecil. Kota St. Petersburg berjarak 600 km dari di sebelah barat utara ibukota Moskwa dan 300 km timur Helsinki, serta sejajar dengan Stockholm, Olso dan Anchorage di Alaska.

Karena berbagai posisi strategis geografisnya pula maka kota ini bisa memiliki white night dalam jangka panjang, 50 hari yang bisa dimulai pada akhir Mei. Bila sedang beruntung dan matahari berbaik hati dengan kita, maka kita bisa menikmati malam terpendek pada kisaran tanggal 21 atau 22 Juni dimana matahari hanya ngumpet sesaat di balik horizon sambil membiarkan langit tampak terang benderang. Pada saat seperti itu, panasnya mahahari (siang) bisa dinikmati sampai dengan 18 jam 45 menit.

Menurut banyak kawan yang juga berburu white night, tahun ini kota ujung dunia ini lebih sering disambangi oleh mendung dan hujan meski di musim panas pada bulan Juni. Diantara mereka kecewa dan harus pulang kampung tanpa melihat dan mengagumi keajaiban alam.

Saya memang lagi mujur. Tanggal 27 Juni itu, dunia terang benderang. Bukan saja mendung, kabut pun menghilang entah kemana. Langit tampak sangat biru dengan matahari yang mencorong sepanjang hari. Menjelang jam 22 saya sudah nangkring di salah satu café di Nevsky Prospek. Sambil menyantap soup ikan khas Rusia yang memang sangat mak nyus. Terlihat lalu lalang manusia yang tidak henti seolah melupakan hari sudah menjelang berganti.

Di jalan besar yang panjangangnya lebih dari 4 km itu, banyak toko mulai tutup, tidak hirau banyaknya manusia yang mungkin ingin membeli barang dagangan mereka. Selain restoran dan café, penjual lukisan di pinggir jalan termasuk yang setia menunggu pembeli. Beberapa diantaranya sedang asyik menggambar wajah pelanggannya.

Tepat jam 23.00 dimana kantuk biasanya mulai menyergap, matahari masih mencorong. Genting dan ujung gedung masih terlihat jelas mendapat sinaran sang mentari sebagaimana kita mengalaminya pada kisaran jam 3 sore atau waktu sholat Asyar tiba. Saat itu, hanya jalan-jalan utama yang berisi banyak orang yang utamanya adalah turis. Di daerah pinggiran kota St. Petersburg, penduduk mulai masuk rumah dan menikmati pertandingan sepak bola piala dunia. White night bagi mereka sudah hal yang biasa.

Diantara yang unik di waktu-waktu menjelang “malam” itu, Nevsky prospek banyak diisi dengan “pameran” kendaraan mewah. Seperrtinya banyak orang kaya di kota tersebut yang ingin unjuk gigi kepada para pelancong. Mobil Mercedes sport terbaru hingga Maserati berseliweran dengan suaranya yang khas. Sedangkan para pengendara motor gede alias moge, menggeber di sepanjangan jalan yang mulai lengang dan membuat para pejalan kaki menutup telinganya.

Di sebuah pojokan, terlihat beberapa bus yang menawarkan white night tour mulai pukul 23.30 hingga 06.00. Selain keliling kota semalaman, mereka menawarkan para penumpang untuk menikmati dibukanya semua jembatan di Sungai Neva guna membiarkan kapal-kapal besar memasuki jantung kota untuk mensuplai berbagai bahan kebutuhan.

Hari itu saya mampir di Masjid Biru St. Peterburg yang memang tidak jauh dari Nevsky Prospek. Di papan pengumumannya termakub, waktu maghrib menunjukkan jam 23.16 dan Isya pada pukul 00.46. Sedangkan Subuh jatuh pada jam 02.42, atau hanya berselang 2 jam dari waktu jatuhnya sholat Isya. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan bila semua ini harus dilalui dengan berpuasa penuh.

Ketika jam tangan menunjukkan angka 00.00, di ufuk barat masih terlihat warna kemerahan dari sinar matahari yang mulai menjauh. Saat itu, langit masih berwana kebiruan terang dengan mega-mega putih yang berjalan dengan cepat. Saya sendiri menikmati itu semua dari dalam kamar hotel sambil melototi pertandingan sepak bola Piala Dunia di babak kedua.

Menjelang pukul satu dini hari, dunia memang tampak mulai temaran, gelap dan semua listrik kota sudah menyala. Aktivitas di kota sudah lengang. Semua turis merapat ke sungai Neva menunggu atraksi dibukanya jembatan yang membiarkan aneka kapal memasuki kota. Meskipun demikian, langit masih tetap tampak kebiruan, sepertinya tetap ingin bercumbu dengan matahari sepanjang hari.

Dan, satu jam kemudian ketika mata ini sudah mulai tak kuasa menahan kantuk yang luar biasa, terlihat langit sudah kembali mulai terang. Tidak lama kemudian sinar sang mentari bangun dari tidurnya yang sangat-sangat singkat. Saya pun buru-buru ambil air wudlu, sholat subuh sambil mengagungkan kebesaran Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar